Sunday, December 14, 2014

The Maze Runner Trilogi!! Novel Fantasi yang Mencengangkan!!

Halohaloooo~ ketemu lagi sama pisang paling unyu sejagad raya!!

Akhirnya setelah sekian lama mendekam di dalam kulkas, saya memutuskan untuk mereview buku-buku keren lagi. Yang sebelumnya banyakan yang aneh sih. Tapi justru karena aneh makanya menarik untuk dikulik dan dibikin review #eh :p

Kali ini saya akan mereview novel fantasi fenomenal yang baru-baru aja ada filmnya.

JENG JENG JENG

THE MAZE RUNNER TRILOGI!!!
numpang eksis lah, dikit....

Berhubung buku pertama lagi dipinjem temen, jadi fotonya ngambil dari gugel aja, deh. Lagipula buku yang saya punya cover lama, dan jauh lebih apa banget daripada cover cetakan baru yang keren banget. Tau gitu nggak usah susah-susah nyari yang lamaaaaaa, nunggu aja sampe ada cover baruuuu..... huhuhuhu. Ah, sudahlah, nasi sudah jadi bubur. Penyesalan selalu datang belakangan :/

Oh iya, sekarang saya mau reviewnya murni bukunya loh ya. Soalnya ini kan blog buku. Kalo ada yang mau baca review filmnya, monggo kemari http://chocobanana99.blogspot.com/2014/09/movie-review-maze-runner-film-lari-lari-di-labirin. Tapi penuh parodi, jadi maklum aja. Mana banyak spoilernya juga, hahahaha xD gapapa lah ya, filmnya udah lewat lama ini.

Kita bahas dari buku pertama yah

Warning: mengandung soft spoiler demi kelancaran review. Mohon dimaklumi. Yang tidak berkenan, tolong minggat sekarang sebelum otak anda rusak karena spoiler.

The Maze Runner

Saya cuma butuh sekitar 3 jam untuk menyelesaikan buku ini. Itu pun udah sama galau di tiap chapter, karena mau berhenti bikin penasaran, mau lanjut juga sayang karena bakal cepet selesai deh bacanya. Dan saya nggak mau cerita bagus cepat berakhir. Inilah kegalauan para kutu buku sepanjang masa. Tapi akhirnya saya menyerah sama rasa penasaran dan segera menyelesaikan buku pertama ini.

Sejak pertama, pembaca selalu dilemparkan pertanyaan yang bertubi-tubi. Glade itu tempat apa? Kenapa di luar glade ada labirin mengerikan? Kenapa hanya ada anak laki-laki di glade? Kenapa setelah menjelang malam, pintu labirin selalu tertutup? Kenapa di dalam labirin ada monster? Bagaimana mereka bisa keluar dari labirin? Siapa sebenarnya yang menaruh mereka di labirin itu? Kenapa mereka tidak bisa mengingat apa pun? Kenapa hanya satu orang yang dikirim ke glade setiap bulannya? Kenapa orang yang menaruh mereka di glade susah-susah memberikan fasilitas dan persediaan makanan setiap sebulan sekali? Apa ini penjara? Apa tujuan mereka? Kenapa BBM harus naik padahal harga minyak dunia turun?

.... kayaknya pertanyaan yang terakhir salah tempat dan salah dunia.

Mamam tuh. Itulah kebingungan yang dirasakan Thomas saat pertama kali masuk ke Glade. Parahnya, dia juga nggak inget namanya.

Pembaca dibuat menikmati perjalan Thomas yang masih disertai pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya.

Emang sih, selama setengah buku mungkin agak membosankan karena alurnya lambat. Secara garis besar menggambarkan bagaimana kehidupan di glade. Meskipun kalau nggak dijelasin juga pasti nggak seru, sih. Itu bagian yang penting.

Masalah utamanya baru muncul setelah itu. Setelah Teresa, satu-satunya cewek, dikirim ke dalam Glade dan masalah-masalah mulai muncul. Sampai titik terberat ketika pintu labirin tidak tertutup lagi sewaktu malam, menyebabkan griever bebas masuk dan menculik satu anak tiap malam.

Setelah berjuang keras, semua masalah berhasil teratasi dan mereka bisa keluar dari labirin itu. Endingnya super nggantung karena ternyata yang mereka lewati hanyalah fase kecil dari sebuah tes. Dan mereka akan menghadapi tes lain dari WICKED, pihak yang mengurung mereka dalam labirin.


The Scorch Trials

Kalau tahu mengecewakan, maunya sih saya nggak usah baca yang ini dan langsung ke buku ketiga aja. Tapi sayangnya itu nggak mungkin. Inilah fase terlama saya membaca kisah trilogi ini. Saya butuh lebih dari dua bulan untuk bisa menyelesaikan membaca buku yang satu ini saking membosankannya.

Pernah nonton film Jimmy Neutron pas mereka disuruh gurunya nonton film tentang mesir? Yang isinya "sepanjang mata memandang hanya gurun berpasir. Pasir, pasir, dan pasir....." Sampe anak-anak sekelas (bahkan gurunya) ketiduran pas nonton itu.

Nah, itulah tepatnya yang saya rasakan waktu membaca scorch trials ini.

Thomas dkk memang diselamatkan pihak tertentu yang membenci WICKED. Namun setelah itu, orang-orang yang menolong mereka mati dan mereka masuk kembali ke dalam perangkap WICKED. Misteri apakah orang-orang yang menyelamatkan mereka hanya manipulasi dari WICKED atau bukan, tetep tidak terjawab sampai akhir.

Misi mereka kali ini adalah, melewati jalan bawah tanah dan naik ke gurun untuk menuju kota yang penuh dengan crank (manusia-manusia yang jadi gila karena virus flare yang menyerang otak).

Oke banyak rintangan, oke ada monsternya, oke mereka juga ketemu orang baru.

Intinya.... mereka cuma jalan dari tempat mereka disekap ke tempat persembunyian aman yang disebut oleh WICKED. Udah. Halooooo?

Ini kayak mau mengulang ketegangan di seri pertama dengan tempat yang berbeda. Kalau di maze begitu banyak teka-teki setiap langkahnya, di scorch bener-bener nggak ada apa-apa selain gurun. Pokoknya kebalikannya, deh. Yang bisa menghibur saya cuma celetukannya Minho yang sungguh sangat oon :) Sama kenyataan bahwa ada satu maze lagi yang dihuni oleh perempuan semua dan satu laki-laki (Aris), kebalikan dari maze tempat Thomas dkk. Meskipun peran mereka ternyata nggak berpengaruh banyak, sih :/

Pertanyaan di buku pertama dijawab dengan pertanyaan lagi di buku ini. Intinya begitu.
Pokoknya melelahkan, deh.


The Death Cure

Seperti judulnya, buku ini memang 'cure' banget untuk pembaca yang udah terlalu banyak disuguhi pertanyaan. Ahahahahahahaha. Serius, saya sampe banjir baca novel ini karena banyak kenyataan menyakitkan yang dibeberkan novel ini. Banyak ketawa juga karena kekonyolan Minho seperti biasa :3

Pertama baca, semua pertanyaan yang mengganjal langsung dijawab. Jawaban-jawaban yang diberikan WICKED membuat Thomas merasa dibohongi dan ditipu habis-habisan. Dalam hati, dia bersumpah nggak akan percaya lagi sama WICKED.

Tujuan WICKED memang mencari penawar dari virus flare yang sudah menyebar luas dan mengancam kehidupan umat manusia. Mereka membeli anak-anak yang kebal dari virus itu untuk dijadikan bahan penelitian. Maze, scorch, dan kengerian di dalamnya hanya variabel untuk mempelajari respon otak dari anak-anak kebal yang mereka beli. Nantinya, mereka berencana akan membuat blue print dari otak anak-anak itu supaya orang-orang tidak bisa lagi terserang flare. Dengan kata lain, ikutan kebal.

Penjelasan WICKED soal menyelamatkan ras manusia tidak menggugah Thomas. Anggep aja kayak tikus putih yang jadi percobaan dan dibilang "nyawamu penting untuk pengembangan obat bagi umat manusia". Tanpa perlu ngerti dan mikir, si tikus pasti akan berontak. Dan begitulah tepatnya yang dilakukan Thomas-Minho-Newt. Mereka memberontak di saat anak-anak lain setuju untuk menerima ingatan mereka yang hilang, termasuk Teresa.

Menurut Thomas, WICKED sudah terlalu banyak memanipulasi mereka, dan bukan nggak mungkin mereka telah memanipulasi ingatan mereka supaya patuh dan mau mengikuti keinginan WICKED.

Kalo baca kengerian di buku ini, kehidupan di glade benar-benar serasa surga deh. Serius.

Petualangannya seru. Soalnya anak-anak itu berasa keluar dari gua ke dunia nyata karena nggak inget apa-apa. Brenda sampe harus ngejelasin apa itu mall sama taksi ke Thomas dkk yang kaya orang bego mandangin pemandangan sekitar :))

Ending tiap chapter polanya juga mirip sama buku pertama, selalu ada kejutan dan bikin penasaran untuk baca chapter selanjutnya. Dan menurut saya, fakta yang dibeberkan jauh lebih mengejutkan daripada buku pertama.

Ngomong-ngomong, ini bagian favorit saya di 'The Death Cure'. Adegan setelah tubuh Thomas dikendalikan WICKED untuk nyerang teman-temannya sendiri.

ya, dunia memang harus diselamatkan dari keberadaan Minho-minho-kecil yang pastinya akan menyusahkan umat manusia :)) Hiduplah menjomblo selamanya, MINHO!!!

Endingnya? Happy ending dan sad ending di saat bersamaan, yang menurut saya well ended :)
Endingnya beneran bikin mangap pas dibaca. Untung aja nggak ada lalat masuk.
Soalnya endingnya ngejutkan dan gak disangka-sangkaaaaaaaa~
Tapi baguuuuuuuuuuuuuuuussss~
Spoiler dikit, endingnya bener-bener sarat KONSPIRASI!!

Kesimpulan: Saya merasa bersyukur nggak benci sama Gally meski dia yang ngebunuh Chuck di seri pertamanya. Daaaannn.........tokoh favorit berubah dari Minho jadi NEWT!!
NEWT! Aku padamu NEWT!!

Lalu saya bersyukur yang meranin Newt adalah Thomas Brodie-Sangster :)) <3
Buat yang merasa berhenti baca karena Scorch Trials membosankan, BERTAHANLAH!!
Di buku terakhir kalian akan tahu alasan kenapa Minho begitu oon, dan kenapa kaki Newt pincang. Pokoknya nggak akan rugi bacanya :))

Nyari novel bagus itu mungkin gampang, tapi nyari novel yang endingnya wow itu susah. Dan ini salah satu novel yang endingnya wow sekali :D

Okeh, sampai bertemu lagi di lain kesempatan, dan dengan review novel kece-kece lainnya!! *lambai-lambai*


Thursday, May 29, 2014

Idolku Cantik by: Dimas Abi

Fuuh....fuuh.... (niupin debu dan bersihin sarang laba-laba di blog ini)

Kiko yang anti-gravitasi, banana juga mau ikutan anti-gravitasi....
Lama juga ya banana nggak nulis review. Tapi sebenernya yang nulis review itu saya lo!! Banana cuma baca aja, liat aja di gambar, dia nggak pernah ngelepas bukunya.

Baiklah, setelah dipaksa sama yang nulis, ups....

Nggak kok, dari awal emang udah niat mau nulis review novel “Idolku Cantik” ini :D 

Sayang waktu belum mengijinkan dan dompet belum merestui, jadi nggak bisa beli pulsa modem. Kasian....

Seperti novel-novel sebelumnya, Dimas Abi menyajikan ide cerita yang sederhana, tapi dengan eksekusi yang bagus dan bikin ngakak sampe kejang-kejang. 

Intinya sih cuma dilema seorang Kiko Kalingga, si tampang rambo hati Le Min Ho. Cowok (yang terlihat) sangar tapi ternyata demen girlband Korea juga :)

Kebetulan banget sehari sebelum dibocorin sinopsis novel ini, saya dan kedua sohib tukang gosip saya lagi ngobrolin soal cowok-cowok sangar yang taunya demen sama JKT48. Suasananya pas!! Dan kisahnya jadi terkesan nyata, hahaha.

Pengenalan tokoh utama:
Kiko bukan keturunan Tionghoa. Dia blasteran Manado-Palembang. Tapi, dia memiliki mata sipit yang membuat dirinya bangga. Ia berpendapat bahwa mata sipit identik dengan ketampanan, seperti Andy Lau.

AAAAAAAAAAAAAAAA!!! Akhirnya ada juga tokoh sipit yang bangga dengan kesipitannya!! Saya pikir nggak ada orang yang bakal bikin karakter macam begini!! VIVA SIPIT!!

Selain Kiko yang menjadi sorotan karena, ya...kan dia tokoh utamanya, banyak juga karakter-karakter menarik yang mewarnai novel ini. Misalnya temen yang nggak sengaja tau rahasia Kiko, namanya Dodo. Karakter dia itu, hmm....manusia gua. Kalo seumpama saya anggota BEM bareng Kiko dan ada Dodo, saya mending mengundurkan diri. Kalo saya satu jurusan sama Dodo di kampus, saya mending pindah jurusan. Kalo di bumi tinggal saya dan Dodo, saya mending pindah ke bulan. Iya, makhluk yang satu itu memang separah itu. Saking parahnya, sampe nggak bisa menjelaskan karakternya di sini :p  

Ada juga Pras, ketua BEM kampus sebelah yang tergila-gila sama ototnya. Dan Sri, cewek penggemar dangdut koplo yang tergila-gila sama Pras dan punya hobi sampingan nampar-namparin orang. Entah bagaimana dua orang ini ternyata cocok. 

Singkat cerita, Kiko jatuh cinta sama Cantik, anak buahnya Pras yang ternyata anti Kpop. Kiko mati-matian menyembunyikan kenyataan ini. Sayang, rahasia yang dia tutup rapat-rapat itu akhirnya harus ketauan....sama Dodo. Kenapa harus Dodo, sih!?

Kiko bisa dibilang fans fanatik akut. Ya dalam level duit pas-pasan, sih. Soalnya kalo dia punya duit pasti belinya dvd ori sama merchendise ori, bukan dvd bajakan di mangga dua dan stiker. Stiker, coba!? Emangnya nggak ada barang-barang SNSD yang lebih wow, apa? Kotak pensil atau cover buku tulis, misalnya (macam jamannya F4 beken dulu :p).

contoh stiker SNSD, boleh nemu di gugel, di blog seseorang. Penting banget ya? Iya, buat Kiko ini segalanya. Biar harus menghancurkan harga diri, yang penting dia bisa beli ini stiker.
Kiko yang sedang terbuai cinta semu akhirnya menemukan cinta yang sesungguhnya bukan cinta-nya AADC. Bertemu Cantik si mata tersenyum membuat Kiko berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan perhatian dari gadis itu. Sayang, Cantik nggak suka menghadapi kenyataan bahwa badai Korea sedang menghantam anak muda Indonesia, terutama karena adiknya sendiri jadi aneh sejak kenal artis-artis Korea. Seperti kebanyakan kisah-kisah cinta lainnya, Kiko dihadapkan pada situasi dimana doi harus milih, Cantik atau sembilan cewek-cewek berpaha super mulus.

Nah, cewek-cewek Korea yang harus bertanggungjawab karena bikin cowok-cowok mengalami halusinasi tingkat dewa.

Ada beberapa adegan yang jadi favorit saya dalam novel ini. Yang paling bikin kejang-kejang ya waktu Dodo bikin poster bertema 'anti-gravitasi'. Pertama denger, kita pasti mikirnya sesuatu yang berhubungan dengan astronot, luar angkasa, ruang hampa udara..... Tapi, kayaknya nggak mungkin orang kayak Dodo berpikir sejauh dan sekeren itu.... Soalnya kenyataannya, yang dia buat itu..... :)) Baca sendiri deh! I didn't want to ruined the hilarious part :D

Ngomong-ngomong, ini ada potongan dialog setelah Kiko ketemu Cantik yang dateng bareng Pras lengkap dengan otot-ototnya, di forum BEM antar kampus.... Kiko jatuh cinta pada pandangan pertama dan nggak bisa berhenti memandangi Cantik. Tapi sepertinya Dodo sadar...

“Men, kalau gue perhatiin, sepanjang forum lo curi-curi pandang gitu ke dia,” ucap Dodo.

Kiko kaget. Dirinya tak habis pikir kenapa Dodo selalu menemukan rahasianya. Tertangkap basah, Kiko mau tak mau bicara juga. Toh Dodo juga menyimpan rahasianya yang lain dengan aman. 

“Yah, gue baru pertama kali ngeliat orang sedahsyat dia, Do.”

“Gue setuju, Men. Wajar, sih, dengan badan yang kekar berotot gitu gampang banget narik perhatian orang, bikin orang naksir.”

“Hah?”

“Tapi tenang aja, Men. Gue menghormati pilihan lo. Gue nggak bakal memandang lo aneh. Semua orang kan berhak memilih orientasi hidupnya,” tambah Dodo sok bijak.

“HAH?”

“Errr, gue salah, ya? Oh, atau Roby?”

Kiko ingin menggiring Dodo ke stasiun Tanah Abang dan menyuruh satu preman untuk memukulinya, kemudian mengobatinya, lalu memukulinya lagi, mengobatinya lagi, terus-menerus hingga Dodo berubah menjadi puzzle.

“Cantik, Do. Cantik!”

“Mana?” Otak Dodo yang mesum mengarahkan matanya menyusuri jalan, mencari sosok yang Kiko bilang cantik. Lagi-lagi ia gagal menangkap maksud Kiko.

“Cantik Inapratiwi, kutil!”

“Oooh.”

....atau tidak.


Seperti yang saya bilang, ceritanya sederhana dan ringan. Tapi karakter-karakter yang apa banget ini bikin nggak bisa berhenti baca :D Sejujurnya saya sih berharap si Cantik juga punya sedikit kekurangan kayak karakter lain. Jadi nggak terkesan terlalu sempurna. Misalnya ternyata dia nggak suka Kpop karena dia maniak Jpop. Jangan curhat woi!
Tapi akhirnya saya bisa memaklumi kekurangan ini karena cerita ini dari sudut pandang Kiko yang pasti menganggap Cantik itu sempurna. Ditambah lagi, inspirasi karakter ini ya anaknya Kak Dimas yang baru lahir yang juga dinamain 'Cantik'. Orang tua mana sih yang nggak mau anaknya sempurna? :D

Lalu, sama seperti novel-novel sebelumnya, jangan berharap ada penjelasan yang berguna dari footnote yang dibuat sama penulisnya. Soalnya penjelasan yang di tulis semuanya begini:
Chucky: Film tentang boneka yang nggak demen liat orang hidup
Histeria: Wahana yang bahagia di atas teriakan orang lain
dan seterusnya, dan seterusnya....

Terus, yang menarik lagi adalah... ilustrasinya!! Lucuk! Kayak itu lho... orang-orangan dari kain yang ada di iklan pelembut pakaian. Yang warna-warni ituuuu!! << Heboh sendiri

Sebenernya saya nggak pengin spoiler apa-apa di review ini. Tapi....

TAPI.....

ENDINGNYA IKLAN BANGEEEEETTT!!! XDDD
Pasti Kiko terinspirasi salah satu iklan provider deh.

Nah, penasaran bagaimana makhluk yang nggak tahan mau joget kalau denger lagu Mr.Taxi ini mengatasi dilemanya? Pilih Cantik? atau SNSD? Cantik? atau SNSD?

Dodo: Bukannya nama girlbandnya SKSD?

Dodo, diem deh lo! Minggat sana jauh-jauh!! Iiih.....

Karena udah mulai digangguin Dodo, mending saya sudahi saja review ini. Lalu berharap karya Kak Dimas selanjutnya bisa cepet terbit :D

Tuesday, April 1, 2014

Badut Oyen (Gramedia Writing Project)



Badut Oyen adalah novel hasil Gramedia Writing Project yang ditulis oleh tiga pengarang, yakni Marisa Jaya, Dwi Ratih Ramadhani, dan Rizky Noviyanti. Review lengkap ala orang bener akan saya simpan untuk goodreads aja nanti. Di blog ini saya ingin meminta Pisang Aneh Tapi Unyu (PAKU) untuk wawancara langsung dengan karakter utama, OYEN!!
Saya pisang unyu, nggak pake aneh....

Monday, March 31, 2014

From Zero to Zero

Hari ini saya akhirnya melangkahkan kaki masuk ke Gramedia. Janji untuk menghemat pengeluaran bulan Maret buyar dan saya terpaksa make gaji bulan April karena tergoda diskon 30% untuk semua buku GPU yang cuma berlangsung 3 hari sampai hari ini. Diskon yang menyesatkan.

Buku-buku di atas pun akhirnya terbeli juga....

Kalau 'Badut Oyen' sih udah jadi incaran sejak beberapa hari yang lalu karena covernya yang eksotis. Blah, eksotis....

Sinopsis 'Badut Oyen':
Oyen, si badut kampung, ditemukan mati gantung diri di kamarnya. Tak seorang pun percaya pria sebaik Oyen bisa seputus asa itu hingga mengakhiri nyawanya sendiri.

Pihak kepolisian berusaha mengusut kasusnya dan menemukan banyak keganjilan dalam kematian pria itu. Tetapi, ketika tersangka yang dicurigai polisi ditemukan mati mengenaskan, kasus kematian Oyen kembali tak terpecahkan. Kampung mereka diteror hantu badut yang menghampiri anak-anak, bahkan mulai meminta korban.

Apa yang sebenarnya terjadi?


Awalnya, saya mengira ini novel hantu-hantuan, makanya jadi agak ragu. Tapi denger gosip kalau ini bukan cerita hantu, saya pun tertarik untuk beli. Iya, emang lebih seru kalo pelakunya masih manusia.

Buku 'In The Bag' saya beli karena sinopsisnya menarik:
Dua orangtua tunggal mengira mereka terlalu sibuk untuk kencan. Dua remaja tidak berhenti bertukar email rahasia.

WEBB
Aku mengambil tas yang keliru di bandara. Dad tidak akan berhentimengomeliku.

ANDREW
Aku tidak bisa berhenti memikirkan perempuan yang duduk di 6B pada penerbangan ke Paris.

COCO
Kenapa sih Mom menyuruhku membawa pakaian dalamku yang paling jelek? Dan sekarang tasku hilang!

DAISY
Aku tidak punya waktu untuk memikirkan si 13C yang menyelipkan pesan ke tasku. Lebih baik kuatasi soal hilangnya tas anakku sebelum liburan kami berantakan.

Jatuh cinta, kadang kala, memang begitu mudah dan penuh risiko seperti tertukar bagasi pada penerbangan internasional.


Sempat ngintip beberapa halaman dan gaya berceritanya lucu, langsung masuk keranjang deh :)

Kalau Hunter x Hunter sih beli karena emang koleksi. Ngomong-ngomong itu buku hampir nggak muat lagi di rak buku saking padatnya. Duh, saya harus beli rak buku lagi secepatnya. Tapi naro rak buku di mana lagi...... 

Buku 'BUMI'-nya Tere Liye sih titipan temen.

Waktu lagi nyari info buku di komputer, saya menemukan buku yang unik. 

From Zero to Zero? 
.
.
.
Itu buku humor?


Kalau itu kesalahan penulisan, itu fatal banget. Kalau emang aslinya begitu, itu apa banget. Sama kayak saya yang berusaha ngumpulin uang dari nol, lalu habis dalam sekejap begitu masuk toko buku. Nah, itu namanya from zero to zero.

Tapi abis itu saya yang penasaran pun akhirnya mencari dan mencari....

Lalu, ketemulah ini....
 


IT'S NOT A JOKE!!!!

Ternyata dibaca dari sinopsisnya, ini buku inspirasi dong!!


SINOPSIS

Betapa hina diri ini aku rasakan ketika menerima zakat fitrah dari para tetangga dan sanak saudara. Semoga inilah titik nol dalam kehidupanku dan aku akan melangkah maju.

Houtman Z. Arifin belum genap 20 tahun saat itu. Sang bapak berpulang ke rahmatullah dengan meninggalkan utang saat dia baru saja mendapat kerja di Citibank sebagai office boy. Dengan tekad memperbaiki nasib, dia menolak suratan takdir bahwa pegawai OB akan menerima dana pensiun sebagai OB pula. Dengan latar belakang yang hanya lulusan sekolah menengah dan nol pengalaman, Houtman bertekad mempelajari segala seluk-beluk tempatnya bekerja, dunia perbankan.
Sesungguhnya ilmu adalah jalan menuju sukses. Berkat kegigihan dan kerja kerasnya, Houtman yang awalnya serius mempelajari cara mefotokopi kemudian menjelma jadi pejabat Citibank untuk wilayah Asia Pasific. Namun, akhirnya setelah sembilan belas tahun,  Houtman mengundurkan diri kala kartu namanya telah tertoreh jabatan Vice President.
Houtman bangkit dari titik nol demi keluarga, kemudian kembali ke nol juga demi keluarga. Sebuah perjalanan tidak hanya tentang mimpi, tetapi juga komitmen dan kebersahajaan.
 
Lalu saya pun merasa berdosa udah ketawa waktu baca judul buku ini. Maafkan saya, oom Houtmaaannn....
Abisnya situ bikin judulnya lawak banget, sih.....


Sunday, February 23, 2014

Amsterdam by: Arumi E.

Karena lagi tertarik-tertariknya sama Belanda, novel ini pun masuk kantong belanja. Berbeda dari review-review sebelumnya, saya akan mereview novel ini seperti penulis dalam blog review buku dalam 5 menit yang udah nggak pernah update sejak 2007. Anggi, sebagai tokoh utama, akan menceritakan sendiri kisahnya. Selamat membaca....

 
Halo, namaku Anggi. Aku orang Jogja yang mengambil jurusan kepariwisataan. Aku cewek biasa-biasa saja, tapi hidupku sempurna! Sebagai seorang pelayan restoran sekaligus guide, aku beruntung karena ada sepasang suami-istri Belanda super baik yang mengajakku ke Belanda untuk jadi anak angkat mereka. Wow! Padahal mereka bahkan tidak bisa melafalkan namaku dan merubahnya jadi Enji.

Tanpa masalah berarti (ibuku langsung mengiyakan waktu aku mau ke Belanda, ibu sayang banget sama aku), aku ke Belanda dan punya kakak ganteng dan tinggi bernama Pieter.

Dari pertemuan yang kebetulan, aku yang bertampang biasa-biasa saja ini bertemu Jayden.

"Halo Enji, aku nggak bisa melafalkan namamu dengan baik, tapi gimana kalau kita pacaran?" tanya Jayden.

"Halo Jayden. Aku sebenarnya nggak suka-suka amat sama kamu, tapi karena kamu ganteng dan kayaknya pacaran sama seniman itu oke, aku mau deh pacaran sama kamu. Toh kalau aku suka sama Pieter bisa gawat, dia kan ceritanya kakakku."

Tak tahan digoda cewek cantik, Jayden pun selingkuh. Hubungan kami berakhir.

"Enji, kok kamu putusin aku!? Aku bisa jelasin!"

"Nggak perlu, semua sudah jelas."

"Karena aku tidur sama cewek lain, nggi?"

"Bukan, soalnya kamu nggak konsisten. Kadang manggil aku 'Enji', kadang 'Anggi'. Kamu mau ngeledek aku, ya??? Kita putus!!"

Hubungan kami pun benar-benar berakhir.

Di sinopsis belakang novel sih ceritanya aku akan bertemu cinta sejatiku yang bernama Ryuga. Tapi ini sudah 3/4 novel dan aku belum ketemu sama dia. Apa penulisnya salah tulis nama, ya? Jangan-jangan itu maksudnya Jayden? Iihhh.... ntar aku balikan lagi dong sama dia?

Oke, daripada pusing, mending aku pulang ke Jogja dulu deh. Ceritanya aku mau coba move-on dari Jayden. Padahal sebenernya aku kan nggak sakit hati amat, soalnya udah kubilang aku nggak suka-suka amat sama dia. Tapi nggak apa-apalah pulang ke Jogja sebentar, kali ada calon konflik baru. Dan lumayan bikin Pieter kangen pas aku nggak ada.

Di Jogja, bapak yang nggak pernah kuanggap bapak, mendatangi keluargaku. Setelah meninggalkan kami bertahun-tahun yang lalu, ntah dari cenayang mana bapakku itu tahu sekarang aku tinggal di Belanda.

"Oh, aku tahu! Bapak ini calon konflik baru!" seru pembaca yang antusias, akhirnya ada juga konflik dalam novel ini.

"Nggak, bapak cuma minta duit buat pengobatan. Aku kasih biar dia nggak ganggu kami lagi. Masalahnya selesai kurang dari 1 bab, kok."

"Jadi nggak ada hubungannya sama cerita kamu selanjutnya?"

"Nggak."

Kayaknya pembaca mulai berpikir untuk nge-drop novel ini, jadi aku pun kembali ke Belanda untuk membuat kemungkinan adanya konflik lain.

Ryuga akhirnya muncul! Cinta sejatiku di sinopsis! Calon konflik yang membuat Pieter makin cemburu! Yeah!

Cerita cinta kami berjalan mulus. Kami bertemu, kami akrab, dan akhirnya pacaran.

"Kamu sadar kan aku orang Jogja, bukan orang Jepang?"

"Iya. Orangtua kamu cuma iseng kasih nama, kan? Lagipula nama kamu nggak ada hubungannya dengan ceritaku."

"Jadi namaku bukan calon konflik?"

"Bukan, aku juga nggak masalah kalau namamu Paijo. Paling Pieter bakal salah sebut jadi Peiyo."

Tapi, kuliah Ryuga akhirnya selesai, dia pun kembali ke Jogja untuk menyelesaikan kontrak kerja. Aku ingin kembali ke Jogja tapi Pieter menahanku.

"Enji, jangan pulang, aku suka kamu, menikahlah denganku!"

"Tapi Pieter, kamu kakakku..."

"Kita kan bukan saudara sedarah, kita bisa menikah! Soal kamu Islam dan aku Katolik itu nomer ke-sekian lah. Masa judul novelnya Amsterdam tapi kamu malah jatuh cinta sama orang Jogja juga? Dia kuliahnya di Leiden pula. Yang kuliah di Amsterdam kan aku!"

"Tapi Pieter...." aku berpikir sebentar, "Oke, aku ke Jogja dulu sebentar deh. Kalau Ryuga kelihatan benar-benar cinta sama aku, aku nggak bisa nerima kamu. Tapi kalau Ryuga ternyata nggak antusias amat sama aku, aku mau deh sama kamu."

"Beneran? Oke, aku ikut ke Jogja!"

Ketakutanku terbukti, Ryuga akrab sama cewek lain dan nggak antusias pas aku dateng. Oke, aku pulang ke Belanda dan mempertimbangkan untuk menikah dengan Pieter.

"Kamu nggak melepas rindu sama keluarga ato apa gitu sebelum balik? Aku kan belum ketemu Ibu-bapakmu," tanya Pieter.

"Nggak usah, semua baik-baik saja tanpa konflik. Lebih baik kita ke Belanda dan selesaikan cerita ini segera."

"Oke."

Di Belanda, aku akhirnya hilang kontak dengan Ryuga. Tapi, seperti novel-novel kebanyakan, Ryuga datang di saat-saat terakhir untuk melamarku, mengempaskan kemungkinan Pieter, si tokoh paling baik dalam cerita ini untuk menikah denganku.

TAMAT

Sunday, February 16, 2014

[Kumcer] Tales from the Dark



Janjinya sih nggak beli novel bulan ini....

Tapi yang namanya orang golongan darah B itu sering biin janji untuk diri sendiri, dan sering ngelanggar sendiri. Jadi, meski nggak bisa dibilang beli novel juga sih.... saya tergoda beli kumcer ini....

Sebenarnya agak ragu juga beli kumcer ini. Takut nggak sesuai harapan kayak kumcer horor gramedia sebelumnya, Before the Last Day. Bertema sehari sebelum kiamat, cerpen-cerpennya banyak yang nggak masuk akal. Yah biarpun cerita fiksi, rasanya agak aneh aja kalo ada karakter jenius yang bisa memprediksi jatuhnya meteor tanpa peralatan yang memadai (belum termasuk kenyataan kalau karakter ini nggak ditangkep dan diculik sama NASA).

Oke, masuk ke review deh.

Tales of the Dark ini adalah kumpulan cerpen dari 13 penulis berbeda. Genrenya horror, thriller, atau dua-duanya. Secara keseluruhan, saya cukup suka cerpen-cerpennya dan merasa tidak menyesal mengeluarkan 57.000 untuk beli buku ini di toko buku. Kenapa pake bahas harga sih? Bikin sakit hati aja.


Saturday, February 8, 2014

Jatah Komik 2 Bulan!!

Setelah pindah dari kerjaan lama ke kerjaan baru, saya struggle dengan masalah keuangan. Berusaha menahan diri nggak beli novel atau komik apa pun. Tapi akhirnya minggu kemarin saya dapet gaji dari kerjaan baru dan langsung kalap pesen onlen komik-komik langganan yang saya tinggalkan beberapa lama.

Ini dia...


Oresama teacher & Kisah edo di abad 21 akhirnya dilanjut juga, wahahaha :D
Padahal masih ada 5 komik lagi yang seharusnya dianter juga, tapi sayang.... SAYA KEABISAN STOK!!! ARRGGGHHH!!!

Ini nih ruginya nunda-nunda beli komik. Entah kenapa sekarang para penerbit komik kayaknya cuma nyetak sedikit untuk tiap seri komik. Dan komik-komik yang cuma dicetak dikit ini pun akhirnya langsung abis di pasaran, TANPA CETAK ULANG. Ngarep komik-komik ini beredar di diskonan kayak dulu sepertinya mustahil.

--edit--
Akhirnya yang tadinya stoknya abis, ada juga :)
Oke....

Setelah menghabiskan ratusan ribu demi beli komik yang harga standarnya baru saja naik jadi 20.000 ini, saya memutuskan untuk tidak membeli novel apa-pun bulan ini. Lagipula, di atas meja masih banyak tumpukan novel yang belum dibaca.

Sip, sampai berjumpa bulan depan, novel-novel tersayang....

Thursday, February 6, 2014

Melbourne by: Winna Effendi

Selesai baca buku ini dalam satu hari, dan jujur ini bukan seri STPC (Setiap Tempat Punya Cerita) favorit saya. Saya akan mereview secara subyektif karena mungkin yang bikin saya kurang suka buku ini adalah karena ini bukan buku tipe saya (halah). Setelah selesai baca, saya udah yakin buku ini punya pasarnya sendiri, dan punya penggemarnya sendiri. Karena untuk orang yang suka baca buku yang menjelaskan dengan detil perasaan seseorang, atau orang yang suka baca tulisan disertai lirik lagu (apalagi kalau tahu lagunya) buku ini AMAT SANGAT menarik. Kalau saya adalah orang itu, saya akan merasa tersanjung bisa mengoleksi buku ini.

Tapi sekali lagi, sayangnya saya bukan tipe pembaca begitu, jadi untuk saya pribadi, buku ini kurang berkesan. Saya akan menjabarkan kenapa saya kurang bisa masuk dengan cerita di buku ini.

1. Setting
Menurut saya, ini adalah seri STPC yang settingnya paling gak kerasa. Secara keseluruhan, buku ini bercerita mengenai perasaan Max dan Laura dengan plot rewind-play-fast forward. Oke, tempatnya memang di Melbourne, tapi kebanyakan mereka berdua nongkrong di prudence, cafe kesukaan mereka, sambil membicarakan kembali masa lalu. Sementara Melbournenya sendiri, yang notabennya jadi judul, malah kurang dieksplor. Emang sih ada beberapa adegan di tempat-tempat tertentu di Melbourne, tapi menurut saya tetap kurang kerasa karena cuma sekilas-sekilas aja penjelasan tempatnya, selebihnya seperti yang saya bilang, lebih mengedepankan perasaan Max dan Laura.

2. Lirik Lagu
Pengaruh lagu dalam novel ini kentel banget. Tapi berhubung saya bukan penikmat lagu, jadi saya kurang nyambung sama lagunya. Awalnya masih berusaha baca liriknya, tapi lama-kelamaan males dan akhirnya selalu saya skip. Tapi yah, berkat itu, saya jadi enggak ngerasain feelnya sama sekali. Soalnya kan, yang namanya lagu harus dirasain dengan denger nadanya juga. Mungkin cocok kalau baca buku ini sambil denger lagu-lagu yang ditunjukin, tapi saya enggak tertarik sama lagunya gimana dong.

3. Bosan
Oke, mungkin yang kasih alesan ini cuma saya aja. Tapi jujur saya agak bosan baca novel ini. Saya bukan penggemar novel romance yang suka diajak muter-muter menyelami perasaan tokoh-tokohnya sampai benar-benar dalam. Adegan di novel ini sebenarnya enggak banyak, cuma novelnya jadi tebel karena perasaan masing-masing bener-bener dijabarin. Saya tipe yang lebih suka dibawa dengan adegan-adegan yang beragam. Dari sana, saya bisa memahami perasaan karakter dengan tindakan dan kelakuan mereka tanpa harus si karakternya sendiri yang menjelaskan. Yah, kalau enggak terlalu mendetil sih biasanya enggak masalah, tapi yang ini bener-bener detil.

4. PoV yang membingungkan

Saya sering bingung waktu baca bagian Max karena saya kira itu Laura. Oke Max ngomong pake lo-gue, tapi secara tata bahasa, sama persis sama Laura, ini agak membingungkan.

5. Alur
Sejujurnya saya masih bisa menangkap alur maju-mundur dari awal novel sampai bagian 'play'. Tapi waktu baca yang 'fast forward', setelah adegan pernikahan Evan dan Cee, saya udah enggak bisa nangkep lagi alurnya, ini adegannya kapan dan di mana....

6. Opening dan Ending
Bagi saya, novel ini tidak punya opening dan tidak ada ending. Karena sejak pertama hingga akhir, sejujurnya, enggak ada perubahan besar. Awalnya, Max dan Laura bertemu kembali sebagai mantan pacar yang menjadi teman, mereka menyukai saat-saat pertemuan mereka di prudence, membicarakan mengenai apa pun tanpa kekhawatiran apa pun. Endingnya, mereka tetap di prudence, menghargai kebersamaan mereka tanpa tahu apa yang terjadi nanti, yang penting untuk mereka adalah saat itu, di situ, bersama-sama. Status hubungan tetap enggak jelas, gimana nantinya pun tetap enggak jelas. Bukannya memaksa supaya hubungan mereka jelas, tapi saya selalu percaya kalau novel yang baik itu akan ada perubahan di akhir cerita. Kalau diibaratkan, novel ini seperti hanya mengambil sepotong kecil kehidupan Max dan Laura.

7. Evan
Evan itu tokoh calon konflik, tapi....kok kayaknya kurang ke-eksplor ya konfliknya? Hehehe. Tapi saya enggak protes soal yang ini deh, soalnya saya suka Evan dan Cee :)

Udah ah reviewnya, panjaaang....

Anyway, seperti yang saya bilang, this novel is just not my type. Tapi saya yakin ada banyak pembaca yang akan suka cerita ini :)

Pssst...! (5 sahabat, 5 negara, 5 rahasia) by: Dy Lunaly




Sinopsis:
 Enggak ada yang salah dengan liburan atau negara ini. Aku yang salah. Salah enggak, sih, nyimpen rahasia dari sahabat sendiri?
-Wira

Ada banyak alasan kenapa aku memilih Belgia, termasuk karena aku akan lebih jujur kepada mereka. Semoga!
-Jiyad

Luksemburg, ada apa di negara kecil ini? Nggak tahu, sih, sama enggak tahunya kalau pilihanku ini akan menjadi bencana. HELP!
-Noura

Aku lebih dari sekadar bahagia ketika merayakan ulang tahun di depan Menara Eiffel. Tapi, Wira merusaknya dengan sempurna! ARGH!
-Adhia

Tiga kesalahan! Memilih tujuan liburan dengan dart, mengubah rencana di detik terakhir, dan yang paling parah, akhirnya aku jujur kepadanya. Eh, itu kesalahan bukan, ya?
-Kalyan


Review:
Pertama kali beli buku ini, bener-bener enggak sabar mau baca. Karena, wow! Covernya menarik banget. Tapi yang paling bikin menarik itu sinopsisnya, serius. Buku dengan setting luar negeri itu sekarang berhamburan di mana-mana, rasanya para penikmat buku lagi keranjingan dengan tipe buku kayak gitu (saya termasuk salah satu dari mereka, tentu saja).

Yang penasaran, coba baca deh sinopsisnya, menarik banget, kan? Well, ada Luksembourg yang jadi salah satu destinasi pilihan 5 sahabat ini. Itu lah yang membuat saya memutuskan mengambil buku ini dari rak buku dan membawanya ke kasir.

Tapi setelah habis di baca, well...saya kecewa. Saya pikir akan ada rahasia besar apa yang mereka sembunyikan, saya pikir mereka semua menentukan destinasi menggunakan dart, saya pikir Kaylan melakukan kesalahan besar dengan mengubah keputusan di detik terakhir... Dan ternyata apa yang udah ada di benak saya sebelum membaca buku ini salah semua. Kenapa? Karena saya sudah mengharapkan sesuatu yang lebih, tapi saya tidak mendapatkannya.

Jujur, menurut saya konflik di buku ini terlalu....datar. Kelima sahabat ini masing-masing memendam rahasia kalau mereka memendam perasaan pada sahabat yang lain. Sementara sudah ada perjanjian di antara mereka untuk tidak mencintai sesama sahabat supaya bisa menjaga hubungan baik persahabatan. Well, berapa kali sih kita nemuin cerita dengan konflik kayak gini? Banyak.

Jadi, inilah yang membuat saya agak kecewa. Penyampaiannya pun terlalu biasa dan kurang menarik (saya mengakui beberapa penulis itu hebat karena bisa membuat ide cerita yang biasa jadi menarik dengan gaya penceritaannya yang khas).

Setelah saya perhatikan, buku ini juga menganut perbandingan deskripsi-dialog, 20-80. Wow, ekstrim. Saya sangat suka membaca dialog dalam buku dan kurang suka yang deskripsinya terlalu panjang dan bertele-tele. Tapi jelas, buku ini terlalu banyak dialognya.

Padahal, dengan lima destinasi berbeda, seharusnya akan lebih banyak deskripsi yang bisa di gali. Saya sama sekali tidak merasakan adanya kaitan 5 destinasi (Belanda, Belgia, Luksemburg, Prancis, dan Italia) dengan kisah mereka berlima. Ini kayak cerita+setting, udah. Kurang ada keterkaitan karena penulis cuma menggambarkan jalan-jalannya mereka ke beberapa destinasi di negara yang mereka pilih masing-masing.

Menurut saya, cerita dengan setting luar negeri yang bagus adalah, penggambaran negara yang bagus dari si penulis, gak peduli si penulis udah pernah ke sana atau belum (biasanya yang udah bisa lebih tahu, sih).

Bagaimana penggambaran yang bagus itu? Well, bukan dari tempat-tempatnya aja, bukan cuma menara eiffel itu tempat yang romantis, apalagi waktu malam. Tapi juga perlu ditambah, orang-orangnya rata2 juga romantis, bahkan kalau mereka bicara seolah seperti sedang menyatakan cinta.

Dari lima destinasi ini, saya tidak menemukan satu kalimat pun yang menggambarkan karakter orang-orang di negara tersebut, karena cerita ini hanya berfokus ke kisah mereka berlima. Padahal tempat dan karakter manusianya merupakan kesatuan yang menggambarkan ciri tiap negara. Inilah yang saya bilang jatuhnya jadi seperti cerita + setting.

Saya mengharapkan interaksi mereka berlima dengan orang-orang sekitar, bukan hanya benda mati (tempat2 bersejarah) yang mereka datangi. Mungkin akan lebih menarik jika ada konflik yang berkaitan dengan orang2 di negara itu.

Soal karakter, menurut saya juga kurang tergali dengan baik dan matang. Waktu membaca chapter tentang Wira, saya cuma bisa membayangkan tampang Wira, tanpa tahu bagaimana keempat sahabatnya yang lain, bahkan Kaylan sama sekali gak kebayang karena dia cuma muncul nama aja.

Saat saya baca chapter Jiyad, saya lebih bingung lagi, karena saya sama sekali tidak bisa membayangkan Jiyad itu tampangnya kayak apa. Oke dia suka fotografi, kalem, pendiam. Tapi gayanya kayak apa? rambutnya gondrong kah? cowok banget kah? kulitnya putih? sawo matang?

Saya baru mendapatkan jawabannya saat membaca chapter Noura. Ternyata Jiyad itu tinggi besar, berkulit kecoklatan dan rambutnya cepak. Sepanjang 2 chapter, bagi saya wujud Jiyad sama sekali belum berbentuk di benak saya, dan ini agak menyebalkan.

Dan di chapter Noura ini juga, saya baru tahu kalau Wira itu pakai kacamata. Ya ampun, telat banget. Saya enggak meminta penulis untuk menggambarkan detil mereka satu persatu di awal chapter, karena pasti panjang dan jadi kehilangan tujuan utama untuk nyeritain Wira. Tapi paling enggak, penulis harus menemukan cara untuk membuat imajinasi pembaca bisa menangkap bagaimana sosok kelima orang ini, dari awal cerita. Gak perlu dari atas sampai bawah. Cukup penggambaran kasar aja. Itu akan sangat membantu.

Satu lagi yang membuat saya jengah adalah, pengulangan. Iya Wira suka sama Adhia, mau diulang sampai berapa kali? Pembaca tahu kok fakta itu walaupun Noura cuma nyebut sekali dalam hati "untung wira enggak lihat ini," waktu Adhia sama Kaylan akrab banget. Sebab, gak semua pembaca itu sama kayak Adhia dan Kaylan, sama-sama enggak bisa ngelihat tanda-tanda kalo mereka saling suka. Ini udah ketebak dari awal, ditambah pengulangan-pengulangan hint di sana-sini, sejujurnya itu membuat cerita jadi agak membosankan.

Oke, kayaknya panjang banget reviewnya.

Dari sepanjang ini, mungkin saya yang sejak awal salah. Dari cover aja udah jelas, bentang belia. Dan udah berapa ratus buku saya baca soal konflik cinta anak muda begini. Jadinya kalau terlalu biasa, saya kecewa. Mungkin kalau saya bacanya waktu masih 16-17 tahun saya akan cukup suka dengan cerita ini

Marriagable: Gue mau nikah asal.... by: Riri Sardjono

Komen pertama saya setelah baca novel ini: mind fuck.

Biasanya saya bilang gitu untuk novel/film thriller yang jalan ceritanya bener-bener nggak ketebak.

Tapi mind fuck yang ini beda. Saya akui penulis memang pintar membuat kesimpulan yang pintar dalam novel yang dikuasai adegan celoteh segerombolan cewek + satu cowok (yang bisa diitung sebagai cewek) dalam menghadapi masalah percintaan dengan lelaki, terutama masalah perempuan. Berhubung pola pikir mereka cenderung feminis, akan ada dua tanggapan berbeda dari pembaca yang mengikuti novel ini.

Yang pertama adalah golongan feminis atau yang berpotensi menjadi feminis. Tanggapannya dengan mengangguk-angguk dan bilang, "oh iya, bener juga."

Sementara yang kedua adalah golongan bukan feminis atau sama sekali nggak peduli. Tanggapan mereka adalah bingung dan bilang, "hah?"

Novel ini menggambarkan kegundahan dan kegalauan Flo yang awalnya terpaksa menikah karena umurnya sudah 32 (atau 31? atau 30?)

Flo: pokoknya 30-an deh!

Oke... habisnya umur Flo di novel ini agak nggak konsisten.

Ngomong-ngomong kalau penulis sengaja membuat tokoh Flo untuk disebelin....yeay! you did a great job. Saya sebel sama Flo yang terlalu banyak mikir, terlalu cemas sama macem-macem, dan yang paling utama, menyelesaikan masalah dengan masalah.

Rasanya pengen jadi Ara dan di akhir cerita ngomong sama Flo, "Tuh kan, apa gue bilang!"

Yup, biar dikata Ara adalah tokoh yang digambarkan terlalu naif dan kesannya terlalu banyak bermimpi, saya setuju sama dia. Masih heran kenapa Ara bisa seakrab itu sama teman-temannya yang tergolong feminis garis keras.

Pemikiran pembaca tentang cinta akan diputar-putar selama baca novel ini. Saya sih sering nggak bisa mengikuti pemikiran mereka karena terlalu rumit. Buat saya yang tergolong sederhana ini, kalau suka ya bilang aja suka. Kalau nggak bilang nggak. Kalau mau bilang suka tapi takut ada masalah nantinya, ya hadapin masalah nantinya nanti aja, toh belum kejadian.

Sementara itu Flo si tokoh utama berpikir untuk menunda-nunda bilang kalau dia suka sama Vadin, laki-laki yang jadi suaminya karena dijodohkan.

"kenapa?"

"part of me ngerasa takut alau Vadin tahu dia bakal menginjak-injak gue. Atau dia jadi bosan sama gue."

"Karena tantangannya sudah nggak ada?"

"Karena gue sudah ada dalam genggamannya."

Reaksi saya: Hah?? (yup, saya pembaca golongan kedua).

Sepertinya Flo adalah salah satu cewek yang menganggap hubungan cewek dan cowok adalah mana yang menguasai dan dikuasai.

Oke, di luar ketidakcocokan pemikiran saya dengan para feminis garis keras ini, novel marriageable memang easy to read meski ini novel dewasa (duh, biasa baca novel anak-anak sih). Joke-joke yang dilontarkan dalam dialog juga oke dan smart.

Karakter tiap tokoh tergali dengan baik. Awalnya Flo dan Vadin sebagai tokoh utama sangat menonjol dan teman-teman Flo masih samar karakternya, sehingga saya menganggap mereka semua sama. Tapi perlahan karakter teman-temannya satu-satu dibuka dan membuat pembaca bisa mengimajinasikan tiap karakter.

Ada beberapa typo dan kesalahan seperti ketidakkonsistenan umur Flo yang tadi saya sebut. Tapi pada akhirnya saya memberi bintang 3 karena novel ini mampu menarik saya untuk membaca sampai selesai dalam waktu yang singkat :)

Wednesday, February 5, 2014

Maktaba Nana

Setelah lama mencampur postingan soal buku di blog pribadi yang super random, saya bermaksud untuk membuat blog sendiri tentang buku, terutama review buku.

Maktaba Nana bahasa Swahili yang artinya "Perpustakaan Nana". Saya ambil dari bahasa Swahili soalnya lucu :) Mirip username twitter saya karena ada unsur "banana"-nya kalau digabung. Daaann... Maktaba itu kebaca kayak martabak, hehehe. Saya suka martabak (penting).

Saya paling suka martabak coklat-kacang

Martabak telor lebih doyan lagi sih, tapi....mahal :p
Ini kenapa topiknya belok ke martabak?

Yaudah, intinya postingan ini adalah pembuka blog buku yang akan benar-benar ngebahas buku, bukan makanan. Ya...kalau bukunya tentang makanan sih apa boleh buat yah....