Thursday, February 6, 2014

Pssst...! (5 sahabat, 5 negara, 5 rahasia) by: Dy Lunaly




Sinopsis:
 Enggak ada yang salah dengan liburan atau negara ini. Aku yang salah. Salah enggak, sih, nyimpen rahasia dari sahabat sendiri?
-Wira

Ada banyak alasan kenapa aku memilih Belgia, termasuk karena aku akan lebih jujur kepada mereka. Semoga!
-Jiyad

Luksemburg, ada apa di negara kecil ini? Nggak tahu, sih, sama enggak tahunya kalau pilihanku ini akan menjadi bencana. HELP!
-Noura

Aku lebih dari sekadar bahagia ketika merayakan ulang tahun di depan Menara Eiffel. Tapi, Wira merusaknya dengan sempurna! ARGH!
-Adhia

Tiga kesalahan! Memilih tujuan liburan dengan dart, mengubah rencana di detik terakhir, dan yang paling parah, akhirnya aku jujur kepadanya. Eh, itu kesalahan bukan, ya?
-Kalyan


Review:
Pertama kali beli buku ini, bener-bener enggak sabar mau baca. Karena, wow! Covernya menarik banget. Tapi yang paling bikin menarik itu sinopsisnya, serius. Buku dengan setting luar negeri itu sekarang berhamburan di mana-mana, rasanya para penikmat buku lagi keranjingan dengan tipe buku kayak gitu (saya termasuk salah satu dari mereka, tentu saja).

Yang penasaran, coba baca deh sinopsisnya, menarik banget, kan? Well, ada Luksembourg yang jadi salah satu destinasi pilihan 5 sahabat ini. Itu lah yang membuat saya memutuskan mengambil buku ini dari rak buku dan membawanya ke kasir.

Tapi setelah habis di baca, well...saya kecewa. Saya pikir akan ada rahasia besar apa yang mereka sembunyikan, saya pikir mereka semua menentukan destinasi menggunakan dart, saya pikir Kaylan melakukan kesalahan besar dengan mengubah keputusan di detik terakhir... Dan ternyata apa yang udah ada di benak saya sebelum membaca buku ini salah semua. Kenapa? Karena saya sudah mengharapkan sesuatu yang lebih, tapi saya tidak mendapatkannya.

Jujur, menurut saya konflik di buku ini terlalu....datar. Kelima sahabat ini masing-masing memendam rahasia kalau mereka memendam perasaan pada sahabat yang lain. Sementara sudah ada perjanjian di antara mereka untuk tidak mencintai sesama sahabat supaya bisa menjaga hubungan baik persahabatan. Well, berapa kali sih kita nemuin cerita dengan konflik kayak gini? Banyak.

Jadi, inilah yang membuat saya agak kecewa. Penyampaiannya pun terlalu biasa dan kurang menarik (saya mengakui beberapa penulis itu hebat karena bisa membuat ide cerita yang biasa jadi menarik dengan gaya penceritaannya yang khas).

Setelah saya perhatikan, buku ini juga menganut perbandingan deskripsi-dialog, 20-80. Wow, ekstrim. Saya sangat suka membaca dialog dalam buku dan kurang suka yang deskripsinya terlalu panjang dan bertele-tele. Tapi jelas, buku ini terlalu banyak dialognya.

Padahal, dengan lima destinasi berbeda, seharusnya akan lebih banyak deskripsi yang bisa di gali. Saya sama sekali tidak merasakan adanya kaitan 5 destinasi (Belanda, Belgia, Luksemburg, Prancis, dan Italia) dengan kisah mereka berlima. Ini kayak cerita+setting, udah. Kurang ada keterkaitan karena penulis cuma menggambarkan jalan-jalannya mereka ke beberapa destinasi di negara yang mereka pilih masing-masing.

Menurut saya, cerita dengan setting luar negeri yang bagus adalah, penggambaran negara yang bagus dari si penulis, gak peduli si penulis udah pernah ke sana atau belum (biasanya yang udah bisa lebih tahu, sih).

Bagaimana penggambaran yang bagus itu? Well, bukan dari tempat-tempatnya aja, bukan cuma menara eiffel itu tempat yang romantis, apalagi waktu malam. Tapi juga perlu ditambah, orang-orangnya rata2 juga romantis, bahkan kalau mereka bicara seolah seperti sedang menyatakan cinta.

Dari lima destinasi ini, saya tidak menemukan satu kalimat pun yang menggambarkan karakter orang-orang di negara tersebut, karena cerita ini hanya berfokus ke kisah mereka berlima. Padahal tempat dan karakter manusianya merupakan kesatuan yang menggambarkan ciri tiap negara. Inilah yang saya bilang jatuhnya jadi seperti cerita + setting.

Saya mengharapkan interaksi mereka berlima dengan orang-orang sekitar, bukan hanya benda mati (tempat2 bersejarah) yang mereka datangi. Mungkin akan lebih menarik jika ada konflik yang berkaitan dengan orang2 di negara itu.

Soal karakter, menurut saya juga kurang tergali dengan baik dan matang. Waktu membaca chapter tentang Wira, saya cuma bisa membayangkan tampang Wira, tanpa tahu bagaimana keempat sahabatnya yang lain, bahkan Kaylan sama sekali gak kebayang karena dia cuma muncul nama aja.

Saat saya baca chapter Jiyad, saya lebih bingung lagi, karena saya sama sekali tidak bisa membayangkan Jiyad itu tampangnya kayak apa. Oke dia suka fotografi, kalem, pendiam. Tapi gayanya kayak apa? rambutnya gondrong kah? cowok banget kah? kulitnya putih? sawo matang?

Saya baru mendapatkan jawabannya saat membaca chapter Noura. Ternyata Jiyad itu tinggi besar, berkulit kecoklatan dan rambutnya cepak. Sepanjang 2 chapter, bagi saya wujud Jiyad sama sekali belum berbentuk di benak saya, dan ini agak menyebalkan.

Dan di chapter Noura ini juga, saya baru tahu kalau Wira itu pakai kacamata. Ya ampun, telat banget. Saya enggak meminta penulis untuk menggambarkan detil mereka satu persatu di awal chapter, karena pasti panjang dan jadi kehilangan tujuan utama untuk nyeritain Wira. Tapi paling enggak, penulis harus menemukan cara untuk membuat imajinasi pembaca bisa menangkap bagaimana sosok kelima orang ini, dari awal cerita. Gak perlu dari atas sampai bawah. Cukup penggambaran kasar aja. Itu akan sangat membantu.

Satu lagi yang membuat saya jengah adalah, pengulangan. Iya Wira suka sama Adhia, mau diulang sampai berapa kali? Pembaca tahu kok fakta itu walaupun Noura cuma nyebut sekali dalam hati "untung wira enggak lihat ini," waktu Adhia sama Kaylan akrab banget. Sebab, gak semua pembaca itu sama kayak Adhia dan Kaylan, sama-sama enggak bisa ngelihat tanda-tanda kalo mereka saling suka. Ini udah ketebak dari awal, ditambah pengulangan-pengulangan hint di sana-sini, sejujurnya itu membuat cerita jadi agak membosankan.

Oke, kayaknya panjang banget reviewnya.

Dari sepanjang ini, mungkin saya yang sejak awal salah. Dari cover aja udah jelas, bentang belia. Dan udah berapa ratus buku saya baca soal konflik cinta anak muda begini. Jadinya kalau terlalu biasa, saya kecewa. Mungkin kalau saya bacanya waktu masih 16-17 tahun saya akan cukup suka dengan cerita ini

No comments:

Post a Comment