Selesai baca buku ini dalam
satu hari, dan jujur ini bukan seri STPC (Setiap Tempat Punya Cerita) favorit saya. Saya akan
mereview secara subyektif karena mungkin yang bikin saya kurang suka
buku ini adalah karena ini bukan buku tipe saya (halah). Setelah selesai
baca, saya udah yakin buku ini punya pasarnya sendiri, dan punya
penggemarnya sendiri. Karena untuk orang yang suka baca buku yang
menjelaskan dengan detil perasaan seseorang, atau orang yang suka baca
tulisan disertai lirik lagu (apalagi kalau tahu lagunya) buku ini AMAT
SANGAT menarik. Kalau saya adalah orang itu, saya akan merasa tersanjung
bisa mengoleksi buku ini.
Tapi sekali lagi, sayangnya saya bukan
tipe pembaca begitu, jadi untuk saya pribadi, buku ini kurang berkesan.
Saya akan menjabarkan kenapa saya kurang bisa masuk dengan cerita di
buku ini.
1. Setting
Menurut
saya, ini adalah seri STPC yang settingnya paling gak kerasa. Secara
keseluruhan, buku ini bercerita mengenai perasaan Max dan Laura dengan
plot rewind-play-fast forward. Oke, tempatnya memang di Melbourne, tapi
kebanyakan mereka berdua nongkrong di prudence, cafe kesukaan mereka,
sambil membicarakan kembali masa lalu. Sementara Melbournenya sendiri,
yang notabennya jadi judul, malah kurang dieksplor. Emang sih ada
beberapa adegan di tempat-tempat tertentu di Melbourne, tapi menurut
saya tetap kurang kerasa karena cuma sekilas-sekilas aja penjelasan
tempatnya, selebihnya seperti yang saya bilang, lebih mengedepankan
perasaan Max dan Laura.
2. Lirik Lagu
Pengaruh lagu dalam
novel ini kentel banget. Tapi berhubung saya bukan penikmat lagu, jadi
saya kurang nyambung sama lagunya. Awalnya masih berusaha baca liriknya,
tapi lama-kelamaan males dan akhirnya selalu saya skip. Tapi yah,
berkat itu, saya jadi enggak ngerasain feelnya sama sekali. Soalnya kan,
yang namanya lagu harus dirasain dengan denger nadanya juga. Mungkin
cocok kalau baca buku ini sambil denger lagu-lagu yang ditunjukin, tapi
saya enggak tertarik sama lagunya gimana dong.
3. Bosan
Oke,
mungkin yang kasih alesan ini cuma saya aja. Tapi jujur saya agak bosan
baca novel ini. Saya bukan penggemar novel romance yang suka diajak
muter-muter menyelami perasaan tokoh-tokohnya sampai benar-benar dalam.
Adegan di novel ini sebenarnya enggak banyak, cuma novelnya jadi tebel
karena perasaan masing-masing bener-bener dijabarin. Saya tipe yang
lebih suka dibawa dengan adegan-adegan yang beragam. Dari sana, saya
bisa memahami perasaan karakter dengan tindakan dan kelakuan mereka
tanpa harus si karakternya sendiri yang menjelaskan. Yah, kalau enggak
terlalu mendetil sih biasanya enggak masalah, tapi yang ini bener-bener
detil.
4. PoV yang membingungkan
Saya sering bingung waktu baca bagian Max karena saya kira
itu Laura. Oke Max ngomong pake lo-gue, tapi secara tata bahasa, sama
persis sama Laura, ini agak membingungkan.
5. Alur
Sejujurnya
saya masih bisa menangkap alur maju-mundur dari awal novel sampai bagian
'play'. Tapi waktu baca yang 'fast forward', setelah adegan pernikahan
Evan dan Cee, saya udah enggak bisa nangkep lagi alurnya, ini adegannya
kapan dan di mana....
6. Opening dan Ending
Bagi saya, novel
ini tidak punya opening dan tidak ada ending. Karena sejak pertama
hingga akhir, sejujurnya, enggak ada perubahan besar. Awalnya, Max dan
Laura bertemu kembali sebagai mantan pacar yang menjadi teman, mereka
menyukai saat-saat pertemuan mereka di prudence, membicarakan mengenai
apa pun tanpa kekhawatiran apa pun. Endingnya, mereka tetap di prudence,
menghargai kebersamaan mereka tanpa tahu apa yang terjadi nanti, yang
penting untuk mereka adalah saat itu, di situ, bersama-sama. Status
hubungan tetap enggak jelas, gimana nantinya pun tetap enggak jelas.
Bukannya memaksa supaya hubungan mereka jelas, tapi saya selalu percaya
kalau novel yang baik itu akan ada perubahan di akhir cerita. Kalau
diibaratkan, novel ini seperti hanya mengambil sepotong kecil kehidupan
Max dan Laura.
7. Evan
Evan itu tokoh calon konflik,
tapi....kok kayaknya kurang ke-eksplor ya konfliknya? Hehehe. Tapi saya
enggak protes soal yang ini deh, soalnya saya suka Evan dan Cee :)
Udah ah reviewnya, panjaaang....
Anyway,
seperti yang saya bilang, this novel is just not my type. Tapi saya
yakin ada banyak pembaca yang akan suka cerita ini :)
No comments:
Post a Comment